
Cerpen oleh Ni Kadek Dian Apriyanti --
Aku selalu mengabdikan diri pada tuanku, setiap hari saat matahari mulai menampakkan keceriaannya, aku selalu dengan penuh semangat menunggu kedatangan tuanku, namun belakangan ini aku sangat kesepian, hari-hariku nampak kelabu dan suram. Hingga tak kusangka sudah sebulan lamanya aku menantikan tuanku yang baru dan ingin menghapus kesedihan yang kualami selama belakangan ini karena 2 tuanku yang lama telah meninggalkanku dan mencari sekolah selanjutnya. Dengan sangat deg-degan, aku pun menunggunya, berharap tuanku yang baru ini memperlakukanku sama seperti tuanku yang lama, aku menunggu ditengah-tengah dinginnya ruangan kelas ini yang berisi dua AC menyala dari pagi-pagi buta membuat aku menggigil gila setiap hari. Sampai pada waktunya kembali sekolah, semua siwa/siswi sudah datang, tapi tidak ada yang mendudukiku. Apa karena aku berada diposisi paling belakang? Mungkin saja iya. Bel sekolah pun berbunyi “kring…..kring….kring” bunyinya. Tapi tuangku tak kunjung datang.
Pelajaran pun dimulai. Hari ini kelas mendapat pelajaran matematika yang diisi oleh Pak Suno sedang melakukan perkenalan diri, walaupun sebenarnya semua siswa/siswi kelas ini sudah saling mengenal, tapi perkenalan ini untuk Pak Suno, karena kami menginjak kelas IX dan sebagian guru mata pelajaran kami ada yang diganti salah satunya guru matematika. Ditengah-tengah proses pengenalan diri, ada satu siswa yang baju seragamnya keluar dengan rambut berantakan datang dan masuk ke kelas. Tanpa permisi dia masuk. Pak Suno tampak kesal tapi untuk kali ini dia membiarkannya karena ini hari pertama sekolah tapi tidak untuk selanjutnya. Aku berharap bukan dia yang duduk ditempatku karena mukanya seperti orang nakal dan sangat kasar, namun hanya aku bangku yang kosong, dimana lagi dia duduk kalau tidak disini? dan benar saja ia berjalan dan menaruh pantatnya didiriku. Yahhh apa boleh buat kuharap prasangkaku tak benar. Semua murid telah memperkenalkan dirinya, dan saatnya tuanku. “Hallo teman-temanku namaku Fino Agastya Bramasta, kalian bisa memanggilku Fino Ganteng” ungkapnya, sambil sesekali mengedip-ngedipkan matanya. Lalu sepontan kelaspun menjadi rame dengan suara soryakan “huuuu ganteng konon huuuu babi huuu” ungkap sebagian murid yang ada di kelas.
Murid di kelas ini ganjil, jadi Fino adalah satu-satunya tuanku dan aku harus selalu melayaninya dan menyayanginya berharap dia melakukan hal yang yang sama seperti yang kulakukan. Hari demi hari hingga bulan demi bulan aku terus menghabiskan cukup banyak waktu dengan tuanku Fino. Hingga akupun mulai rapuh dan tak sanggup menopang tubuh tuanku yang dibilang cukup berat. Fino Agastya Bramasta, tuanku ini memang ganteng tapi cukup gendut makanya sering dikatakan babi, tetapi ia tak memperdulikan itu karena sebenarnya teman-temannya hanya bercanda dan tentu saja Fino tau itu, namun Fino tetap berkata tubuhnya ideal, itu yang membuat dia ganteng, ya begitulah sikap tuanku yang terlalu percaya diri. Dengan keadaanku yang sekarang, tuanku justru berdiri dan berjalan diatasku, tentu saja aku tak kuat, ia juga menggoyang-goyangkan tubuhnya diatasku yang membuatku merasa kesakitan. Tak kusangka seberapa keras aku melayani tuanku selama ini tetapi ini yang kudapatkan. Sungguh malang nasibku. Setiap hari tuanku memperlakukan ini padaku, dan akupun hanya bisa menangis dan meringis kesakitan “Aduhh….. aduhhhh…. tolong berhentiiii…..” ungkapku setiap hari tapi tuanku tak kunjung mendengarnya, beginilah nasib benda mati, harus terima apa yang diperlakukan makhluk hidup.
Setiap hari Fino melakukan hal-hal yang membuat aku merasa kesakitan. Mulai dari menggoyang-goyangkan aku dengan pantat nakalnya, dan berdiri diatasku dengan badannya yang gendut. Suatu hari teman tuanku menempelkan permen karet didiriku, tidak hanya satu tetapi lima permen karet yang dibuat melingkar dengan warna yang sama seperti warna diriku yaitu coklat tua. Begitu niat dan jahil sekali teman-temannya melakukan hal ini. Lalu tuanku pun datang dan duduk diatasku. Aku ingin memberi tahu tuanku, namun sial, tuanku tak bisa mendengarku. Pada saat bel sekolah berbunyi semua murid tampak senang karena sesuatu yang mereka tunggu-tunggu tiba, yaitu bel istirahat, selain itu sebagian dari mereka girang karena jam yang membuat otak mereka harus berpikir keras pun berakhir yaitu jam pelajaran fisika. Tuanku pun ikut senang sama seperti teman-temannya yang lain. Sampai akhirnya Fino berdiri dan baru menyadari bahwa pantat nakalnya menempel di diriku karena ada permen karet.
Semua murid mentertawakannya, tuanku pun kesal dan mulai mencoba melepaskan pantatnya dari diriku. Sekuat tenaga dan penuh semangat ia menarikku hingga aku terlepas dan terhantam ke lantai. Begitu sakit yang aku rasakan disekujur tubuhku. Tak sampai disana, tuanku menginjak- nginjak diriku dan berkata “Dasar bangku sialan” ungkapnya dengan sangat marah dan terus menginjakku. Sampai akhirnya guru BK yang dikenal dengan nama buk Retno dengan sangat tegas dan wajahnya sangat garang datang ke kelasku, mendengar ada kegaduhan dikelasku akibat tuanku yang berteriak-teriak. Guru itu datang menghentikan aksi orang biadab ini. Kemudian guru BK itu menyuruh Fino untuk memperbaikiku di belakang sekolah dan meminta bantuan pada pak kebun, hal ini harus diterima Fino sebagai bentuk hukuman karena telah merusak fasilitas sekolah. Namun malangnya nasibku, Fino justru membuangku jauh-jauh dari sekolah dan meninggalkanku. Dari kejauhan aku melihat Fino mengambil temanku yang baru dan mirip sepertiku di bagian ruangan yang aku sendiri tidak tahu ruangan apa dan Fino membawa dan akan menggunakannya, lalu menunggu beberapa menit untuk balik ke kelas agar bu Retno percaya ia telah memperbaikiku. Beginilah nasibku teman-teman berada di tempat yang kumuh bergabung dengan setumpuk sampah dan benda-benda yang telah rusak karena tak bisa diperbaiki atau memiliki nasib sama sepertiku. Aku digunakan dan dibuang saat rusak padahal masih bisa diperbaiki, tapi nasibku sangat malang memiliki tuan seperti Fino. Aku kangen dengan Rio dan Salsa yaitu tuanku yang lama. Itulah aku si bangku sekolah yang malang. Sekian.